Senin, 29 November 2010

18,6% Komplikasi Penyakit Congek Berakibat Kematian


Warta
Penyakit radang telinga menahun atau yang biasa disebut congek apabila dibiarkan dapat mengakibatkan komplikasi fatal. Bahkan kematian penderitanya yang terjadi akibat terjadi komplikasi sebesar 18,6 persen kasus.
"Dan sebagian besar kasus komplikasi terjadi karena penderitanya cenderung mengabaikan keluhan telinga berair," kata Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), dalam pidatonya saat dikukuhkan menjadi Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Universitas Sumatera Utara (USU), di kampus tersebut, Sabtu (4/8).
Medan, WASPADA Online
Penyakit radang telinga menahun atau yang biasa disebut congek apabila dibiarkan dapat mengakibatkan komplikasi fatal. Bahkan kematian penderitanya yang terjadi akibat terjadi komplikasi sebesar 18,6 persen kasus.
"Dan sebagian besar kasus komplikasi terjadi karena penderitanya cenderung mengabaikan keluhan telinga berair," kata Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), dalam pidatonya saat dikukuhkan menjadi Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Universitas Sumatera Utara (USU), di kampus tersebut, Sabtu (4/8).
Askaroellah menjelaskan, radang kronis pada telinga tengah disebabkan adanya lubang pada gendang telinga dan keluarnya cairan dari telinga lebih dari dua bulan, baik secara terus menerus ataupun hilang timbul.
Penyebab utama penyakit radang telinga ini dikarenakan disfungsi tuba eustachius (suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung dengan telinga tengah).  "Pada keadaan normal saluran tersebut tertutup, dan baru membuka pada saat kita menelan," katanya.
Menurutnya, penyakit ini lebih mudah terjadi pada anak-anak ketimbang orang dewasa, karena fungsi tuba eustachius yang belum sempurna, pendek, penampang relatif besar, dan posisinya datar. "Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari belakang hidung melalui tuba eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi di telinga tengah.
Penyakit tersebut, katanya, digolongkan dalam dua tipe, Tubotimpanal (tipe jinak) di mana proses peradangannya hanya terbatas pada telinga tengah. Dan tipe Atikoatral (tipe ganas) yang proses peradangannya sudah melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang atau ke dalam otak yang dapat menyebabkan kematian.
Ditambahkan Askaroellah, 50 persen penderitanya mengalami kekurangan pendengaran. Penderita biasanya tidak merasa sakit meskipun telinganya berair sudah bertahun-tahun lamanya. Namun apabila terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang, hal itu menandakan telah terjadi komplikasi ke otak yang bisa berakibat fatal.
Penyakit ini, katanya, sering dijumpai pada negara berkembang. Secara umum, ras dan faktor sosio ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi di negara berkembang. Di Indonesia, pasien radang telinga tengah ini merupakan 25 persen pasien yang berobat ke poliklinik THT rumah sakit
Dijelaskannya, penderitanya dapat diberikan penatalaksanaan medis berupa pembersihan telinga dari sekret, ataupun pemberian tetes telinga antibiotik topikal. Ataupun penatalaksanaan bedah dengan cara sederhana yang bertujuan untuk mengevakuasi penyakit sebatas pada rongga mastoid. Atau cara radikal, dengan menggabungkan rongga mastoid, telinga tengah dan liang telinga luar menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. (h11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar