Otitis media atau orang biasa menyebut congek adalah infeksi atau radang pada telinga tengah, tepatnya di bagian gendang telinga. Bagi penderita akan merasakan sakit yang luar biasa dan bisa berujung ketulian bila tidak segera ditangani secara medis. Untuk itu, jangan sepelekan jenis sakit di indra pendengaran ini.
Sebenarnya otitis media berasal dari kata oto yang artinya telinga, it is berarti radang, dan media yakni menunjukkan bagian tengah. Sehingga, otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh telinga tengah. Beberapa literatur menyebutkan, otitis media merupakan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan ketulian di Indonesia.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), sekitar 9,6 juta penduduk di Indonesia mengalami tuli sedang hingga berat akibat dari penyakit ini. Survei yang pernah dilakukan pada tahun 1994-1996 menyebutkan, angka prevalensinya (jumlah keseluruhan) mencapai 3,8 persen.
Anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yakni telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar meliputi daun telinga hingga gendang telinga (membran timpani), yang menjadi pembatas antara dunia luar dengan rongga telinga tengah. Rongga telinga ini juga menjadi muara tuba eustachius, saluran yang menghubungkan daerah nasofaring di rongga mulut dengan rongga telinga.
Secara normal tuba dalam keadaan tertutup, namun jika telinga tengah butuh oksigen, maka ketika mengunyah, menelan, atau menguap, saluran ini akan terbuka. Selain itu, pada telinga tengah juga terdapat tiga tulang pendengaran yang saling bersambungan dan menghubungkan gendang telinga dan rumah siput (koklea) di telinga dalam.
Rumah siput merupakan tujuan akhir getaran suara sebelum diteruskan melalui saraf pendengaran dan keseimbangan ke otak. Telinga tengah biasanya steril, karena di dalam tuba eustachius ada mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya mikroba dari rongga mulut ke rongga telinga. Namun, dalam kondisi tertentu ketika pertahanan terganggu, infeksi di telinga tengah bisa terjadi. Kuman masuk ke telinga tengah seolah tanpa perlawanan. Kuman inilah yang menimbulkan otitis media.
Sebenarnya otitis media berasal dari kata oto yang artinya telinga, it is berarti radang, dan media yakni menunjukkan bagian tengah. Sehingga, otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh telinga tengah. Beberapa literatur menyebutkan, otitis media merupakan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan ketulian di Indonesia.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), sekitar 9,6 juta penduduk di Indonesia mengalami tuli sedang hingga berat akibat dari penyakit ini. Survei yang pernah dilakukan pada tahun 1994-1996 menyebutkan, angka prevalensinya (jumlah keseluruhan) mencapai 3,8 persen.
Anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yakni telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar meliputi daun telinga hingga gendang telinga (membran timpani), yang menjadi pembatas antara dunia luar dengan rongga telinga tengah. Rongga telinga ini juga menjadi muara tuba eustachius, saluran yang menghubungkan daerah nasofaring di rongga mulut dengan rongga telinga.
Secara normal tuba dalam keadaan tertutup, namun jika telinga tengah butuh oksigen, maka ketika mengunyah, menelan, atau menguap, saluran ini akan terbuka. Selain itu, pada telinga tengah juga terdapat tiga tulang pendengaran yang saling bersambungan dan menghubungkan gendang telinga dan rumah siput (koklea) di telinga dalam.
Rumah siput merupakan tujuan akhir getaran suara sebelum diteruskan melalui saraf pendengaran dan keseimbangan ke otak. Telinga tengah biasanya steril, karena di dalam tuba eustachius ada mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya mikroba dari rongga mulut ke rongga telinga. Namun, dalam kondisi tertentu ketika pertahanan terganggu, infeksi di telinga tengah bisa terjadi. Kuman masuk ke telinga tengah seolah tanpa perlawanan. Kuman inilah yang menimbulkan otitis media.
Bau Tak Sedap
Otitis media yang dalam bahasa Jawa disebut kopoken terbagi menjadi dua jenis, yaitu akut dan kronis. Pada kondisi akut, penderita akan merasakan sakit kurang dari dua minggu. Pada tahap ini gendang telinga sudah terinfeksi sehingga penderita mengalami kesakitan. Otitis media akut disebabkan adanya komplikasi radang saluran atas atau ISPA yang terdiri dari hidung, tenggorokan, dan laring.
Sedangkan otitis media kronis, penderita mengalami sakit selama dua minggu hingga tiga bulan. Gejala yang ditimbulkan pun sama dengan otitis media akut, yang membedakan hanya lamanya gejala yang menghampiri.
Jika masih dalam tahap awal dan segera ditangani, maka otitis media bisa segera disembuhkan dengan mudah. Namun apabila dibiarkan, tentu akan berdampak lebih besar dengan ditandai keluarnya cairan dari telinga disertai bau yang tak sedap.
”Awal mula otitis media memang sederhana, yaitu karena penyakit batuk dan pilek. Cairan yang dihasilkan batuk dan pilek masuk ke telinga tengah yang menyebabkan infeksi di dalamnya,” kata dr Chairul Hamzah, Sp THT-KL(K), spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan RS Dr Moewardi Solo kepada Joglosemar, belum lama ini.
Cairan dari hidung yang disebabkan oleh pilek, batuk, atau radang tenggorokan ini masuk melalui saluran tuba eiustaqi menuju telinga tengah yang akhirnya terperangkap di gendang telinga dan menjadi infeksi.
Menurut Chairul, upaya pengobatan bisa dilakukan mulai dari yang paling sederhana seperti menggunakan tetes telinga hingga melakukan operasi pembedahan pada kondisi yang telah parah. “Cairan yang keluar akibat congek akan disedot dengan alat khusus. Namun bukan berarti jika sudah disedot cairan akan seterusnya hilang, karena dapat muncul kembali. Setelah itu pasien akan diberikan berbagai macam obat,” katanya.
Dengan pengobatan yang memenuhi syarat, sekitar satu minggu congek dapat disembuhkan. Umumnya masyarakat sering menyumpal telinga dengan kapas untuk menghambat cairan agar tidak keluar. Tindakan seperti itu salah kaprah karena justru akan membahayakan telinga. Sebab, aliran cairan yang tersumbat akan mendesak organ lain di telinga dan rentan menimbulkan penyebaran infeksi yang lebih meluas. (Fajar Tulus Widiantoro)
Otitis media yang dalam bahasa Jawa disebut kopoken terbagi menjadi dua jenis, yaitu akut dan kronis. Pada kondisi akut, penderita akan merasakan sakit kurang dari dua minggu. Pada tahap ini gendang telinga sudah terinfeksi sehingga penderita mengalami kesakitan. Otitis media akut disebabkan adanya komplikasi radang saluran atas atau ISPA yang terdiri dari hidung, tenggorokan, dan laring.
Sedangkan otitis media kronis, penderita mengalami sakit selama dua minggu hingga tiga bulan. Gejala yang ditimbulkan pun sama dengan otitis media akut, yang membedakan hanya lamanya gejala yang menghampiri.
Jika masih dalam tahap awal dan segera ditangani, maka otitis media bisa segera disembuhkan dengan mudah. Namun apabila dibiarkan, tentu akan berdampak lebih besar dengan ditandai keluarnya cairan dari telinga disertai bau yang tak sedap.
”Awal mula otitis media memang sederhana, yaitu karena penyakit batuk dan pilek. Cairan yang dihasilkan batuk dan pilek masuk ke telinga tengah yang menyebabkan infeksi di dalamnya,” kata dr Chairul Hamzah, Sp THT-KL(K), spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan RS Dr Moewardi Solo kepada Joglosemar, belum lama ini.
Cairan dari hidung yang disebabkan oleh pilek, batuk, atau radang tenggorokan ini masuk melalui saluran tuba eiustaqi menuju telinga tengah yang akhirnya terperangkap di gendang telinga dan menjadi infeksi.
Menurut Chairul, upaya pengobatan bisa dilakukan mulai dari yang paling sederhana seperti menggunakan tetes telinga hingga melakukan operasi pembedahan pada kondisi yang telah parah. “Cairan yang keluar akibat congek akan disedot dengan alat khusus. Namun bukan berarti jika sudah disedot cairan akan seterusnya hilang, karena dapat muncul kembali. Setelah itu pasien akan diberikan berbagai macam obat,” katanya.
Dengan pengobatan yang memenuhi syarat, sekitar satu minggu congek dapat disembuhkan. Umumnya masyarakat sering menyumpal telinga dengan kapas untuk menghambat cairan agar tidak keluar. Tindakan seperti itu salah kaprah karena justru akan membahayakan telinga. Sebab, aliran cairan yang tersumbat akan mendesak organ lain di telinga dan rentan menimbulkan penyebaran infeksi yang lebih meluas. (Fajar Tulus Widiantoro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar