LAPORAN TUTORIAL
‘Ada apa dengan Sandi’
Anggota kelompok 8 :
1. Al Husni HPP 0918011026
2. Eka Cania B 0918011040
3. Febrina Dwiyanti 0918011044
4. Hawania Rahtio 0918011114
5. Mega Novia Sari 0918011120
6. Muslim Thaher 0918011064
7. Reza Permana Putra 0918011096
8. Rinavi Adrin 0918011072
9. Sulaiman 0918011022
10. Tiffany Saqfilia P 0918011099
11. Vindita Mentari 0918011023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010-2011
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur Atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, kami dapat menyelesaikan laporan tutorial blok Dermatomuskuloskeletal pada program studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung tahun ajaran 2010-2011 sebagai salah satu tugas yang harus dipenuhi.
Ucapan terimakasih juga kami ucapkan kepada tim kelompok yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan tugas ini, Ketua Program Studi, Para Dokter dan Dosen yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing kami dan seluruh staf Pendidikan Dokter Universitas Lampung. Tak ada gading yang tak retak, semoga tugas DMS ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kritik dan saran kami harapkan demi kemajuan dalam mengerjakan tugas-tugas selanjutnya.
Penyusun,
Tutorial Kelompok 8
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................
Hasil Diskusi
A. PERTANYAAN............................................................................................
B. JAWABAN....................................................................................................
Daftar Pustaka.............................................................................................
SKENARIO
Ada Apa Dengan Sandi ?
Saat bermain bola, tiba-tiba Sandi terjatuh karena tersandung oleh kaki pemain lain. Sandi menjerit kesakitan dan saat dibantu untuk berdiri dan berjalan ke pinggir lapangan, ia tampak pincang. Anda, anggota PMR yang sedang bertugas segera menghampirinya. Sendi pada pergelangan kakinya tampak bengkak, terdapat lecet dan ada bagian kulitnya yang terkelupas. Anda panik, tidak tahu harud berbuat apa sehingga diputuskan Sandi harus segera dibawa ke Rumah Sakit. Di UGD, dokter mengisi formulir permintaan rontgen dan menyerahkannya pada bagian Radiologi. Saat di rontgen, posisi kaki Sandi harus berubah-ubah. Beberapa saat kemudian Anda melihat dokter memperhatikan hasil rontgennya di balik papan lampu. “Apa ya yang dilihat dokter itu?”pikir Anda...
STEP 1
-
STEP 2
1. Sendi?
2. Kulit
3. Trauma apa yang terjadi pada scenario?
4. Mengapa kakinya tampak bengkak?
5. Mengapa kulit Sandi terkelupas? Apa yang terjadi?
6. Cedera pergelangan kaki?
7. Mekanisme pemeriksaan rontgen dan mengapa posisi kaki diubah-ubah?
STEP 3
1. Sendi adalah pertemuan 2 buah tulang yang diliputi oleh jaringan
Macam sendi :
- Sendi mati (Sinartrosis)
- Tak bisa digerakkan
- Ujung2 tulang dihubungkan oleh serabut jaringan ikat, & terjadi osifikasi
- Contoh : hubungan antartulang tengkorak (sutura)
- Sendi kaku (Amfiartrosis)
- Masih bisa bergerak, namun sangat terbatas
- Contoh : Hubungan antarruas tulang belakang, antartulang gelang panggung, & hubungan tulang rusuk dan tulang dada
- Sendi gerak (Diartrosis)
- Dapat bergerak
- Terdiri dari bonggol sendi, tulang rawan sendi, & mangkuk sendi.
- Mangkuk sendi berisi cairan sendi (minyak sinovial) yg berfungsi sbg minyak pelumas.
Pembagian sendi berdasarkan arah geraknya :
- Sendi peluru, Contoh : Hubungan antara tulang lengan atas dgn tulang belikat & antara tulang paha dgn tulang pinggul.
- Sendi engsel, Contoh : Hubungan antartulang pada lutut, siku, & ruas jari
- Sendi putar, Contoh : Hubungan antartulang atlas dgn tulang pemutar & tulang pengumpil
- Sendi pelana, Contoh : Hubungan antara tulang2 telapak tangan dgn tulang ruas jari tangan
- Sendi geser, Contoh : Hubungan antara tulang pergelangan tangan & kaki
2. Kulit
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam:
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Fungsi kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
- Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di permukaan kulit.
- Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
- Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
- Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
- Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
- Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
- Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
- Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
- Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.
Keratinisasi kulit
Keratinisasi merupakan suatu proses pembentukan lapisan keratin dari sel-sel yang membelah. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, lalu sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang, mengalami apoptosis dan menjadi sel tanduk yang amorf. Sel-sel yang sudah mengalami keratinisasi akan meluruh dan digantikan dengan sel di bawahnya yang baru saja mengalami keratinisasi untuk kemudian meluruh kembali, begitu seterusnya. Proses ini memakan waktu sekitar empat minggu untuk epidermis dengan ketebalan 0.1 mm. Apabila kulit di lapisan terluar tergerus, seperti pada abrasi atau terbakar, maka sel-sel basal akan membelah lebih cepat. Mekanisme pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh hormon epidermal growth factor (EPF).
Efek penuaan pada kulit
Usia yang menginjak 40 tahun akan memberi gambaran penuaan berupa perubahan-perubahan tertentu pada kulit. Kebanyakan perubahan tersebut terjadi di lapisan dermis.
- Fibroblas, yang memproduksi serat kolagen dan elastin, akan mengalami penurunan jumlah dalam proses penuaan. Serat kolagen menjadi berkurang, mengeras, dan terurai ke dalam bentuk yang tidak beraturan. Sedangkan serat elastin menjadi kehilangan elastisitasnya, menebal dan robek. Sehingga kulit pada penuaan akan menghasilkan gambaran celah yang disebut sebagai kerut.
- Sel-sel Langerhans akan berkurang jumlahnya dan makrofag menjadi kurang aktif sehingga menurunkan aktifitas imun pada kulit.
- Produksi keringat berkurang dan kelenjar sebasea akan mengecil sehingga produksi sebum akan berkurang menyebabkan kulit menjadi kering dan lebih rentan terhadap infeksi (karena mantel asam tidak efektif).
- Melanosit fungsional akan berkurang sehingga menyebabkan rambut berwarna putih (uban) dan pigmentasi yang atipikal. Sedangkan beberapa melanosit lain akan mengalami pembesaran dan menghasilkan ruam-ruam pigmen.
- Dinding pembuluh darah dermis menjadi lebih tebal dan kurang permeabel.
- Jaringan lemak adiposa menjadi longgar.
- Proses migrasi sel basal menjadi sel permukaan berjalan lebih lambat, sehingga penyembuhan apabila ada cedera juga menjadi lama.
Proses perbaikan pada kulit yang cedera
Kerusakan (cedera) pada kulit akan memicu suatu sekuens yang akan memperbaiki jaringan yang rusak. Terdapat dua jenis penyembuhan: (1) penyembuhan epidermis untuk cedera yang tidak terlalu dalam dan (2) penyembuhan mendalam, yaitu apabila cedera tidak hanya merusak jaringan epidermis saja, tapi juga ikut merusak jaringan dermis dan subkutan.
1. Penyembuhan epidermis
Penyembuhan epidermis terjadi apabila cedera terdapat hanya sebatas epidermis. Sel-sel basal yang dipisahkan oleh daerah cedera akan menyatu, dan berkembang mengisi daerah yang mengalami cedera. Mekanisme pengisian daerah cedera ini diperantarai oleh EGF (epidermal growth factor) yang akan menyebabkan sel basal berproliferasi dan menyebabkan penebalan epidermis yang rusak.
2. Penyembuhan mendalam
Penyembuhan mendalam terjadi apabila cedera meliputi hingga ke daerah dermis dan subkutis. Karena cederanya lebih luas dibandingkan dengan cedera epidermis saja, maka proses penyembuhannya lebih kompleks dibanding penyembuhan epidermis. Selain itu, terbentuknya jaringan parut dapat membuat daerah penyembuhan kehilangan fungsi fisiologisnya. Penyembuhan mendalam ini meliputi empat fase:
- Fase inflamatorik
Pada fase inflamatorik, terjadi peristiwa inflamasi (respons selular dan vaskular) yang meliputi antara lain vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, serta rekrutmen sel-sel fagosit untuk mengeliminasi agen penyebab cedera/jejas. Selain itu pada fase inflamatorik juga terjadi penggumpalan darah untuk menyatukan daerah yang terpisah akibat cedera.
- Fase migratorik
Pada fase migratorik, terjadi perpindahan fibroblas untuk membentuk jaringan parut. Juga akan terbentuk keropeng di daerah cedera.
- Fase proliferatif
Pada fase proliferatif, terjadi pertumbuhan sel-sel epitel di bawah keropeng, deposisi fibroblas yang semakin banyak dan pembentukan kapiler-kapiler baru.
- Fase maturasi
Pada fase maturasi, keropeng yang terbentuk akan meluruh dan digantikan dengan jaringan sehat dan kulit kembali ke ketebalannya semula. Kolagen menjadi lebih tersusun, fibroblas berkurang, dan kapiler darah telah normal kembali.
Hubungan fisiologi kulit dengan organ-organ lain
Sistem kulit membentuk permukaan eksternal tubuh dan melindungi dari dehidrasi, kimia lingkungan, dan pajanan terhadap agen asing. Sistem kulit dipisahkan dari sistem tubuh yang lain oleh jaringan subkutan namun tetap terhubung dengan sistem tubuh yang lain dengan sistem sirkulasi, limfatik serta sistem saraf. Hasilnya, aktifitas fisiologis kulit selalu terintegrasi dengan sistem-sistem tubuh yang lain.
1. Sistem skeletal
- Kulit mengaktifkan vitamin D3 (calcitriol) yang akan membantu penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna. Kalsium dan fosfor berfungsi unuk membangun dan memelihara tulang.
- Sistem skeletal menyediakan dukungan struktural untuk kulit.
2. Sistem muskular
- Kulit, melalui produksi vitamin D (calcitriol) membantu menyediakan ion kalsium yang berguna untuk kontraksi otot.
- Kontraksi otot di daerah kulit muka menghasilkan ekspresi wajah.
3. Sistem saraf
- Ujung saraf pada kulit akan menghantarkan sinyal terkait sentuhan, tekanan, suhu, dan nyeri.
- Sistem saraf pusat mengatur aliran darah dan pengeluaran keringat untuk termoregulasi.
- Sistem saraf menstimulasi kontraksi muskulus arektor pili untuk menegakkan rambut.
4. Sistem endokrin
- Keratinosit pada kulit membantu mengaktivasi vitamin D menjadi calcitriol, sebuah hormon yang mempermudah penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna.
- Hormon seks menstimulasi aktivitas kelenjar sebasea, mempengaruhi pertumbuhan, distribusi lemak subkutan, dan aktifitas kelenjar keringat.
- Hormon adrenal mengatur aliran darah di dermis dan membantu memobilisasi lemak di adiposit.
5. Sistem kardiovaskular
- Perubahan kimia setempat di kulit (dermis) akan menyebabkan perubahan vaskular (melebar atau menyempit) yang mempengaruhi aliran darah setempat.
- Sistem kardiovaskular menyediakan oksigen dan nutrien, menghantarkan hormon dan sel-sel imun.
- Pembuluh darah menghantarkan karbondioksida, sampah metabolisme, dan toksin.
- Sistem kardiovaskular menyediakan panas untuk mengatur suhu kulit.
6. Sistem limfatik dan imunologi
- Kulit adalah pertahanan pertama dalam imunitas, menyediakan sawar mekanik dan sekret kimia untuk menghalau penetrasi mikroba.
- Sel-sel Langerhans pada epidermis berperan dalam imunologi dengan cara pengenalan antigen terhadap agen asing.
- Makrofag memfagosit mikroba yang berhasil mempenetrasi permukaan kulit.
- Sistem limfatik melindungi integumen dengan menyediakan makrofag tambahan dan memobilisasi limfosit.
7. Sistem pernapasan
- Rambut hidung berfungsi menyaring partikel debu dari udara yang dihirup.
- Stimulasi pada ujung saraf nyeri dapat mengubah laju pernapasan.
- Sistem pernapasan menyediakan oksigen untuk jaringan dan mengeliminasi karbondioksida.
8. Sistem pencernaan
- Kulit mengaktifkan vitamin D3 (calcitriol) yang akan membantu penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna.
- Sistem pencernaan menyediakan nutrien untuk sel dan simpanan lipid di adiposit.
9. Sistem saluran kemih
- Ginjal menerima sebagian hormon vitamin D dari kulit dan mengubahnya menjadi calcitriol
- Ekskresi sampah metabolisme melalui kelenjar keringat turut berperan dalam menentukan jumlah ekskresi melalui tubulus ginjal.
10. Sistem reproduksi
- Ujung saraf di kulit dan subkutan berespon terhadap stimulus erotik dan berkontribusi terhadap kepuasan seksual.
- Gerakan menghisap bayi pada puting susu ibu menstimulasi ujung saraf di kulit dan menyebabkan keluarnya ASI.
- Kelenjar susu (modifikasi dari kelenjar keringat) memproduksi ASI.
- Kulit mengalami pelebaran (hiperplasia) selama kehamilan terkait pertumbuhan fetus.
- Hormon-hormon seks mempengaruhi distribusi rambut, sel adiposa dan perkembangan kelenjar payudara.
3. Dislokasi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang
Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang, tulang rawan, dan epifisis. Dislokasi adalah bergesernya atau keluarnya bonggol sendi dari kapsul sendi. Fraktur dan dislokasi secara klinis terlihat gejala berupa adanya deformitas, gerak abnormal, dan nyeri pada ekstremitas
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya hubungan luka dengan lingkungan luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Pada fraktur terbuka, yaitu tulang yang patah mencuatkeluar melalui luka yang terbuka, tindakan pertolongan harus lebih hati-hati. Karena selain bahaya infeksi, gerakan tulang yang patah itu dapat melukai pembuluh-pembuluh darah sekitarnya sehingga terjadi perdarahan baru.
Fraktur tertutup Fraktur terbuka
4. Cedera muskuloskeletal melibatkan sistem imun sehingga terjadi respon inflamasi sehingga terjadi bengkak
Proses penyembuhan luka ada 3 fase yaitu:
a. fase inflamasi
b. fase prolifrerasi
c. fase penyudahan
5. Karena terjadi lecet atau ekskoriasi
6. Cedera pergelangan kaki yaitu robekan ligamentum (sprain) dan fraktur pada pergelangan kaki
7. Rontgen konvensional
Posisi AP, lateral, obliq
3 bentuk pemeriksaan AP, lateral, montiseview
STEP 4
1. Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.
| | Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan. |
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
- Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis
- Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.
. Fisiologi Sendi
Klasifikasi Sendi
Secara struktural :
1. Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membukuskan.
Menurut fungsinya :
1. Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
Sendi jenis ini antara lain adalah :
a. Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh: sutura sagital dan parietal.
b. Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang anak.
2. Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)
Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah:
a. Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadi sedikit gerakan. Contoh: simpisis pubis
b. Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh: ditemukan pada tulang yang bersisihan seperti radius dan ulna, serta tibia dan fibula
c. Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang
3. Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi synovial
Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinofial.
Klasifikasi persendian synovial terdiri dari:
a. Sendi sferoidal, yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain.
Contoh: sendi panggul dan bahu
b. Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah.
Contoh: sendi lutut dan siku.
c. Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan dapat berputar kesemua arah.
Contoh: tulang atas, persendian bagian kepala
d. Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang.
Contoh: sendi antara tulang radius dan tulang karpal
e. Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konkaf pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling menyatu. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
f. Sendi peluru, adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang yang lainnya. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksia.
Misalnya: Persendian intervertebra, dan persendian antara tulang-tulang karpa dan tulang-tulang tarsal.
Struktur sendi sinovial
Sendi sinovial tersusun atas:
Ø Tulang rawan sendi
Tersusun atas tulang rawan hialin yang berfungsi untuk melindungi tulang dari benturan dan meredam tekanan.
Ø Rongga sendi
Tempat cairan sinovial
Ø Kapsul sendi
Ø Cairan sinovial
Cairan sinovial berasal dari filtrasi darah yang disekresikan fibroblast dalam membrane sinovial, cairan ini berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah gerakan .
Ø Reinforcing ligament
Beberapa persendian sinovial menguat dan mengeras oleh ligament yang menutupinya. Berfungsi untuk mempertebal kapsul sendi, reinforcing ligament terbagi menjadi dua yaitu extracapsular ligament yang berada di luar kapsul sendi dan intracapsularligamen yang berada di dalam.
Ø Syaraf
Syaraf akan mendeteksi rasa nyeri pada persendian dan memonitor peregangan pada sendi.
Ø Pembuluh darah
Supli pembuluh darah untuk membentuk cairan sinovial. ( Sloane , 2003 )
Fungsi sendi
1. mempermudah gerakan antara kedua ujung-ujung tulang
2. berperan dalam pertumbuhan tulang ke arah memanjang ( Sloane, 2003 )
Gangguan Persendian
1. Artitis (inflamasi sendi)
a. osteoartritis konsekuensi alami menjadi tua
kartilago artikular menjadi aus
sendi menjadi kasar, kaku, dan nyeri
b. artritis reumatoid : merupakan penyakit autoimun (sistem imum keliru
mengarahkan kemampuan destruktifnya pada bagian tubuh). Menyebabkan ketidakmampuan berjalan / bergerak
c. artritis gouti : disebabkan karena penumpukanasam urat.
d. artritis infeksius : peradangan dalam persendian.
2. Terkilir : merupakan cedera sendi yang disebabkan karena perenggangan ligamen / tendon.
3. Dislokasi / luksasi : disebabkan karena kesalahan letak permukaan artikulasi suatu persendian.
4. Bursitis : merupakan peradangan pada bursa yang menyatu dengan sendi yang terjadi akibat ekskresi sendi yang berlebihan / infeksi.
2. Anatomi dan histologi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Kulit terdiri atas tiga bagian utama, yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis terdiri dari stratum korneum yang kaya akan keratin, stratum lucidum, stratum granulosum yang kaya akan keratohialin, stratum spinosum dan stratum basal yang mitotik. Dermis terdiri dari serabut-serabut penunjang antara lain kolagen dan elastin. Sedangkan hipodermis terdiri dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
Dermis terdiri dari dua lapisan :
• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
Fungsi kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
- Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di permukaan kulit.
- Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
- Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
- Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
- Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
- Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
- Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
- Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
- Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.
Keratinisasi kulit
Keratinisasi merupakan suatu proses pembentukan lapisan keratin dari sel-sel yang membelah. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, lalu sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang, mengalami apoptosis dan menjadi sel tanduk yang amorf. Sel-sel yang sudah mengalami keratinisasi akan meluruh dan digantikan dengan sel di bawahnya yang baru saja mengalami keratinisasi untuk kemudian meluruh kembali, begitu seterusnya. Proses ini memakan waktu sekitar empat minggu untuk epidermis dengan ketebalan 0.1 mm. Apabila kulit di lapisan terluar tergerus, seperti pada abrasi atau terbakar, maka sel-sel basal akan membelah lebih cepat. Mekanisme pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh hormon epidermal growth factor (EPF).
Efek penuaan pada kulit
Usia yang menginjak 40 tahun akan memberi gambaran penuaan berupa perubahan-perubahan tertentu pada kulit. Kebanyakan perubahan tersebut terjadi di lapisan dermis.
- Fibroblas, yang memproduksi serat kolagen dan elastin, akan mengalami penurunan jumlah dalam proses penuaan. Serat kolagen menjadi berkurang, mengeras, dan terurai ke dalam bentuk yang tidak beraturan. Sedangkan serat elastin menjadi kehilangan elastisitasnya, menebal dan robek. Sehingga kulit pada penuaan akan menghasilkan gambaran celah yang disebut sebagai kerut.
- Sel-sel Langerhans akan berkurang jumlahnya dan makrofag menjadi kurang aktif sehingga menurunkan aktifitas imun pada kulit.
- Produksi keringat berkurang dan kelenjar sebasea akan mengecil sehingga produksi sebum akan berkurang menyebabkan kulit menjadi kering dan lebih rentan terhadap infeksi (karena mantel asam tidak efektif).
- Melanosit fungsional akan berkurang sehingga menyebabkan rambut berwarna putih (uban) dan pigmentasi yang atipikal. Sedangkan beberapa melanosit lain akan mengalami pembesaran dan menghasilkan ruam-ruam pigmen.
- Dinding pembuluh darah dermis menjadi lebih tebal dan kurang permeabel.
- Jaringan lemak adiposa menjadi longgar.
- Proses migrasi sel basal menjadi sel permukaan berjalan lebih lambat, sehingga penyembuhan apabila ada cedera juga menjadi lama.
Proses perbaikan pada kulit yang cedera
Kerusakan (cedera) pada kulit akan memicu suatu sekuens yang akan memperbaiki jaringan yang rusak. Terdapat dua jenis penyembuhan: (1) penyembuhan epidermis untuk cedera yang tidak terlalu dalam dan (2) penyembuhan mendalam, yaitu apabila cedera tidak hanya merusak jaringan epidermis saja, tapi juga ikut merusak jaringan dermis dan subkutan.
1. Penyembuhan epidermis
Penyembuhan epidermis terjadi apabila cedera terdapat hanya sebatas epidermis. Sel-sel basal yang dipisahkan oleh daerah cedera akan menyatu, dan berkembang mengisi daerah yang mengalami cedera. Mekanisme pengisian daerah cedera ini diperantarai oleh EGF (epidermal growth factor) yang akan menyebabkan sel basal berproliferasi dan menyebabkan penebalan epidermis yang rusak.
2. Penyembuhan mendalam
Penyembuhan mendalam terjadi apabila cedera meliputi hingga ke daerah dermis dan subkutis. Karena cederanya lebih luas dibandingkan dengan cedera epidermis saja, maka proses penyembuhannya lebih kompleks dibanding penyembuhan epidermis. Selain itu, terbentuknya jaringan parut dapat membuat daerah penyembuhan kehilangan fungsi fisiologisnya. Penyembuhan mendalam ini meliputi empat fase:
- Fase inflamatorik
Pada fase inflamatorik, terjadi peristiwa inflamasi (respons selular dan vaskular) yang meliputi antara lain vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, serta rekrutmen sel-sel fagosit untuk mengeliminasi agen penyebab cedera/jejas. Selain itu pada fase inflamatorik juga terjadi penggumpalan darah untuk menyatukan daerah yang terpisah akibat cedera.
- Fase migratorik
Pada fase migratorik, terjadi perpindahan fibroblas untuk membentuk jaringan parut. Juga akan terbentuk keropeng di daerah cedera.
- Fase proliferatif
Pada fase proliferatif, terjadi pertumbuhan sel-sel epitel di bawah keropeng, deposisi fibroblas yang semakin banyak dan pembentukan kapiler-kapiler baru.
- Fase maturasi
Pada fase maturasi, keropeng yang terbentuk akan meluruh dan digantikan dengan jaringan sehat dan kulit kembali ke ketebalannya semula. Kolagen menjadi lebih tersusun, fibroblas berkurang, dan kapiler darah telah normal kembali.
Hubungan fisiologi kulit dengan organ-organ lain
Sistem kulit membentuk permukaan eksternal tubuh dan melindungi dari dehidrasi, kimia lingkungan, dan pajanan terhadap agen asing. Sistem kulit dipisahkan dari sistem tubuh yang lain oleh jaringan subkutan namun tetap terhubung dengan sistem tubuh yang lain dengan sistem sirkulasi, limfatik serta sistem saraf. Hasilnya, aktifitas fisiologis kulit selalu terintegrasi dengan sistem-sistem tubuh yang lain.
1. Sistem skeletal
- Kulit mengaktifkan vitamin D3 (calcitriol) yang akan membantu penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna. Kalsium dan fosfor berfungsi unuk membangun dan memelihara tulang.
- Sistem skeletal menyediakan dukungan struktural untuk kulit.
2. Sistem muskular
- Kulit, melalui produksi vitamin D (calcitriol) membantu menyediakan ion kalsium yang berguna untuk kontraksi otot.
- Kontraksi otot di daerah kulit muka menghasilkan ekspresi wajah.
3. Sistem saraf
- Ujung saraf pada kulit akan menghantarkan sinyal terkait sentuhan, tekanan, suhu, dan nyeri.
- Sistem saraf pusat mengatur aliran darah dan pengeluaran keringat untuk termoregulasi.
- Sistem saraf menstimulasi kontraksi muskulus arektor pili untuk menegakkan rambut.
4. Sistem endokrin
- Keratinosit pada kulit membantu mengaktivasi vitamin D menjadi calcitriol, sebuah hormon yang mempermudah penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna.
- Hormon seks menstimulasi aktivitas kelenjar sebasea, mempengaruhi pertumbuhan, distribusi lemak subkutan, dan aktifitas kelenjar keringat.
- Hormon adrenal mengatur aliran darah di dermis dan membantu memobilisasi lemak di adiposit.
5. Sistem kardiovaskular
- Perubahan kimia setempat di kulit (dermis) akan menyebabkan perubahan vaskular (melebar atau menyempit) yang mempengaruhi aliran darah setempat.
- Sistem kardiovaskular menyediakan oksigen dan nutrien, menghantarkan hormon dan sel-sel imun.
- Pembuluh darah menghantarkan karbondioksida, sampah metabolisme, dan toksin.
- Sistem kardiovaskular menyediakan panas untuk mengatur suhu kulit.
6. Sistem limfatik dan imunologi
- Kulit adalah pertahanan pertama dalam imunitas, menyediakan sawar mekanik dan sekret kimia untuk menghalau penetrasi mikroba.
- Sel-sel Langerhans pada epidermis berperan dalam imunologi dengan cara pengenalan antigen terhadap agen asing.
- Makrofag memfagosit mikroba yang berhasil mempenetrasi permukaan kulit.
- Sistem limfatik melindungi integumen dengan menyediakan makrofag tambahan dan memobilisasi limfosit.
7. Sistem pernapasan
- Rambut hidung berfungsi menyaring partikel debu dari udara yang dihirup.
- Stimulasi pada ujung saraf nyeri dapat mengubah laju pernapasan.
- Sistem pernapasan menyediakan oksigen untuk jaringan dan mengeliminasi karbondioksida.
8. Sistem pencernaan
- Kulit mengaktifkan vitamin D3 (calcitriol) yang akan membantu penyerapan kalsium dan fosfor di saluran cerna.
- Sistem pencernaan menyediakan nutrien untuk sel dan simpanan lipid di adiposit.
9. Sistem saluran kemih
- Ginjal menerima sebagian hormon vitamin D dari kulit dan mengubahnya menjadi calcitriol
- Ekskresi sampah metabolisme melalui kelenjar keringat turut berperan dalam menentukan jumlah ekskresi melalui tubulus ginjal.
10. Sistem reproduksi
- Ujung saraf di kulit dan subkutan berespon terhadap stimulus erotik dan berkontribusi terhadap kepuasan seksual.
- Gerakan menghisap bayi pada puting susu ibu menstimulasi ujung saraf di kulit dan menyebabkan keluarnya ASI.
- Kelenjar susu (modifikasi dari kelenjar keringat) memproduksi ASI.
- Kulit mengalami pelebaran (hiperplasia) selama kehamilan terkait pertumbuhan fetus.
- Hormon-hormon seks mempengaruhi distribusi rambut, sel adiposa dan perkembangan kelenjar payudara.
3. Dislokasi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.
Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
Pemeriksaan Diagnostik
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.
Komplikasi
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
Penatalaksanaan
Ø Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
Ø Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
Ø Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasiØ halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasiØ halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
Ø Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
4. Kakinya benkak karena proses inflamasi
5. Kaki Sandi tekelupas karena adanya luka
6. Cedera pergelangan kaki
1) Sprain
Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling sering terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993: 92) berpendapat bahwa sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–gerakan yang abnormal.
2) Strain
Menurut Giam & Teh (1992: 93) “strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.” Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.
Menurut Depdiknas (1999: 632) “otot merupakan urat yang keras atau jaringan kenyal dalam tubuh yang fungsinya untuk menggerakkan organ tubuh”. Pengertian tendo menurut Hardianto Wibowo (1995: 5) adalah jaringan ikat yang paling kuat (ulet) berwarna keputih-putihan, bentuknya bulat seperti tali yang memanjang. Adapun strain dan sprain yang mungkin terjadi dalam cabang olahraga renang yaitu punggung, dada, pinggang, bahu, tangan, lutut, siku, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada cedera tendo dan ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE. Artinya:
a. R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
b. I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
c. C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastis, balut tekan di berikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan.
d. E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang
cedera.
cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard menurut Hardianto wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
a. Sprain/strain tingkat satu (first degree).
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukut diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
b. Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu kita harus memberikan tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
c. Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya
7. LO
1. Sendi
Persendian adalah hubungan antar tulang (artikulasi).
Membran sinovial (selaput sendi) adalah : selaput yang membungkus ujung-ujung tulang yang membentuk persendian. Selaput ini menghasilkan minyak sinovial yang berguna sebagai pelumas sendi.
Artikulasi terbagi atas 3 bentuk yaitu :
1) Sinartrosis yaitu hubungan yang tidak memungkinkan adanya gerakan.
· Sinkondrosis =kedua ujung tulang dihubungkan dengan kartilago.
· Sinfibrosis = kedua ujung tulang dihubungkan dengan serabut.
2) Amfiartrosis yaitu hubungan yang memungkinkan terjadinya gerak yang terbatas, contoh : hubungan tulang rusuk dan tulang belakang.
3) Diartrosis yaitu hubungan yang memungkinkan adanya gerakan yang cukup besar. Contohnya :
· Senndi peluru (Endartrosis) : ujung tulang yang satu berbentuk bonggol masuk ke tulang lain yang berbentuk cekungan.
Contoh : gelang pinggul.
Contoh : gelang pinggul.
· Sendi engsel (Gynglumus) : ujung tulang yang bergerak membentuk lekukan. Contoh : siku, lutut€.
· Sendi putar (Trokoidea) : ujung rulang yang satu mengitari ujung rulang lain. Contoh : sendi antara hasta dan pengumpil
· Sendi pelana (Sellaris) : kedua ujung tulang membentuk seperti pelana. Contoh : sendi pada tulang ibu jari dengan telapak tangan.
· Sendi ovoid (Ellipsoidea) : kedua ujung tulang berbentuk oval.
Contoh : pergelangan tangan.
Contoh : pergelangan tangan.
2. Kulit
Epidermis
- Paling luar, ketebalan < 1 mm
- Dibagi menjadi 5 lapisan : Stratum corneum, Stratum lusidum, Stratum granulosum, Stratum spinosum, Stratum basale
- sel utama yang berdiferensiasi adalah keratinosit –> keratin (suatu protein fibrosa)
- Proses migrasi sel epidermis –> 28 hari
- –> melanosit –> melanosoma —> melanin
dermis
- Terdiri dari serabut kolagen elastin dan retikulin àkulit kuat dan lentur
- Mempunyai pembuluh darah dan saraf
- Terdapat limposit, histiosit, sel mast, leukosit
- Adneksa: rambut, kuku kel ekrin, sebasea dan apokrin
Lemak subkutan
- Isolasi suhu dan penyimpanan energi
- Daya tarik sexual
- Kelenjar keringat, kecuali telinga
- Kelenjar sebasea; di dada, wajah, punggung aktivitasnya diatur oleh homon
Fisiologi kulit
- Dapat dilihat, diraba, menjamin kelangsungan hidup
- Menyokong penampilan dan kepribadian
- Mempunyai arti estetik, ras
- Komunikasi non verbal
Fungsi kulit
- Proteksi
- Absorpsi
- Ekskresi
- Persepsi sensori ( Tekanan; pacini , Panas; rufini , Dingin; krause , Raba; taktil meisner )
- Pengaturan suhu tubuh
- Membentuk figmen
- Proses keratinisasi
- Pembentukan vit D
Kelenjar sekitar kulit
- Kelenjar keringat (kelenjar sudorifera)
Terdiri dari :
· Kelenjar erekrin (Kecil, dangkal , bermuara di permukaan kulit, sekret encer ± 1,5 lt/24 jam, pada udara panas/kering ± 6 lt/24 jam. Sekresi dipengaruhi stress emosional, panas, sara simpatis)
· Kelenjar apokrin (Letak lebih dalam, sekresi kental, terdapat pada axila, areola mamae, pubis)
- Kelenajr sebasea
Terdapat di permukaan kulit, kecuali telapak tangan dan kaki. Terletak di samping akar rambut, muara pada folikel rambut. Sekresi sebum dipengaruhi hormon androgen, pada remaja meningkat, pada menopause dan manula menurun.
rambut
- Fungsi: memberi lapisan lemak pada kulit, kuku, rambut, menahan evaporasi
- Struktur keratin, ± 100.000 folikel rambut di kepala, N : 100-150 rambut gugur/hr
- Warna ditentukan oleh kuantitas melanin, bila putih ada kegagalan membentuk melanin
- Siklus pertumbuhan rambut; fase pertumbuhan, atropi, istirahat(rontok)
- Stressor lokal dan sistemik ditunjukkan dengan kerontokan
Kuku
- Bagian terminal lapisan tanduk yang menebal (stratun corneum).
- Terdiri atas; akar kuku (bagian yang terbenam di dalam kulit jari), badan kuku; bagian atas jaringan lunak ujung jari
- Tumbuh 1 mm/mg, kontinue selama hidup
- Fungsi melindungi jaringan dengan khususnya rabaan halus ujung jari
3. Dislokasi
Dislokasi ialah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera (Kapita Selecta Kedokteran, 2000).
Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligmen – ligmennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin baik penyembuhannya. Tetapi apabila setelah dikirim ke rumah sakit dengan sendi yang cedera sudah dibidai.
Penyebab Dislokasi
- Trauma
Jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
- Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik.
Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
- Patologis >> Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang
Tanda dan Gejala
- Deformitas pada persendiaanKalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
- Gangguan gerakanOtot – otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
- PembengkakanPembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
- Rasa nyeri terdapat sering terjadi pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Nyeri
Berdasarkan mekanismenya, nyeri dibagi menjadi nyeri akut, nyeri kronik dan nyeri kanker. Nyeri akut adalah nyeri dengan tanda inflamasi, biasanya berlangsung beberapa hari sampai proses penyembuhan. Tanda- tanda utama inflamasi adalah: rubor (kemerahan jaringan), kalor (kehangatan jaringan), tumor (pembengkakan jaringan), dolor (nyeri jaringan), fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan).
Nyeri kronik adalah nyeri tanpa tanda inflamasi, waktu berlangsungnya lama atau merupakan ikutan dari proses akut, dimana nyeri masih berlangsung meskipun kerusakan jaringan sudah sembuh. Nyeri kanker merupakan kombinasi dari nyeri akut dan nyeri kronis dimana ada suatu proses inflamasi kemudian nyeri berlangsung terus- menerus sesuai dengan perkembangan kankernya, bilamana kanker tidak ditangani.
Berdasarkan kualitasnya nyeri dibagi menjadi: nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.
Mekanisme nyeri, nyeri timbul setelah menjalani proses transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah rangsang nyeri diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf. Transmisi, saraf sensoris perifir yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut sebagai neuron aferen primer, jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima kedua, neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek serebri disebut neuron penerima ketiga. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer, medula spinalis atau supraspinal. Modulasi ini dapat menghambat atau memberi fasilitasi. Persepsi, nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun mekanismenya belum jelas.
Respons sistemik terhadap nyeri, nyeri akut berhubungan dengan respons neuroendokrin sesuai derajat nyerinya. Nyeri akan menyebabkan peningkatan hormon katabolik dan penurunan hormon anabolik. Manifestasi nyeri dapat berupa hipertensi, takikardi, hiperventilasi (kebutuhan Oksigen dan produksi karbon dioksida meningkat), tonus sfingter saluran cerna dan saluran air kemih meningkat (ileus, retensi urin).
Skala nyeri, pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program pengobatan nyeri setelah pembedahan. Derajat nyeri dapat diukur dengan macam- macam cara, misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar, skala analog visual. Secara sederhana nyeri setelah pembedahan pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri (very severe, intolerable).
Metoda pengobatan nyeri, sesuai dengan step ledder dari WHO maka untuk mengatasi nyeri ringan digunakan obat anti inflamasi non steroid, untuk mengatasi nyeri sedang digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid lemah dan untuk mengatasi nyeri berat digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid kuat. Selain pengobatan diatas kadang dibutuhkan juga pengobatan tambahan diantaranya obat sedatif bila nyeri disertai stress, pengobatan akupunktur untuk mengatasi nyeri kronik, sampai blok anestesi. Untuk masyarakat umun bila mengalami nyeri disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan masalah nyeri yang dialami.
Metoda pengobatan nyeri dapat dengan cara sistemik (oral, rectal, transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang sering digunakan dan paling digemari ialah intramuscular opioid. Metoda regional misalnya dengan epidural opioid atau intraspinal opioid. Kadang- kadang digunakan metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi atau pada luka operasi usus buntu (apendektomi)
Begitu pentingnya pengetahuan nyeri, maka saat ini nyeri merupakan tanda vital kelima, setelah tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu tubuh.
6. Penegakan diagnosis dislokasi
1) Anamnesis (didapatkan riwayat terkena trauma dan mekanisme trauma yang sesuai dengan dislokasi)
2) Pemeriksaan fisik (look , feel , move)
3) Pemeriksaan penunjang : radiologi (foto rontgen)
7. Penatalaksanaan dislokasi
- Lakukan reposisi segera.
- Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.
- Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
Tindakan Pada Dislokasi
- Dengan memanipulasi secara hati – hati, permukaan diluruskan kembali. Tindakan ini sering memerlukan anestesi umum untuk melemaskan otot – otonya.
- Pembedahan terbuka mungkin diperlukan khususnya kalau jaringan lunak terjepit di antara permukaan sendi.
- Persendian tersebut, disangga dengan pembebatan dengan gips. Misalnya : pada sendi pangkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
- Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh khususnya pada sendi bahu.
Dampak Masalah
Bila salah satu anggota tubuh mengalami gangguan yang mengakibatkan cedera, maka tubuh akan memberikan reaksi baik fisik maupun psikologis sebagai mekanisme pertahanan tubuh, disamping itu juga akan memberikan pengaruh atau dampak terhadap kebutuhan penderita sebagai makluk hidup yang holistik dan juga akan berpegaruh terhadap keluarga klien.
- Pola Persepsi dan Tata Laksana
Kesehatan Bahwa biasanya klien dislokasi mempunyai harapan dan alasan masuk Rumah Sakit, Adapun alasannya ingin segera sembuh dari penyakitnya dan harapan tersebut adalah tidak ingin terjadi kecacatan pada dirinya kelak di kemudian hari.
- Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pola nutrisi dan metabolik pada klien dislokasi jarang mengalami gangguan kecuali apabila terdapat trauma pada abdomen atau komplikasi lain yang dapat menyebabkan klien antreksia.
- Pola Aktifitas dan Latihan
Pada klien dislokasi setelah dilakukan pemasangan traksi akan mempengaruhi gerak dan pola. Aktivitasnya, oleh sebab itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, klien akan di bantu oleh perawat atau keluarganya dan suami mungkin untuk dilakukan latihan rentang gerak baik aktif maupun pasif.
- Pola Tidur dan istirahat
Terganggunya pola tidur dan kebutuhan istirahat pada klien pemasangan traksi dengan dislokasi biasanya di sebabkan olah raga nyeri dan pemasangan juga di sebabkan adanya traksi.
- Pola Perceptual dan Kognitif
Klien biasanya kurang memahami tentang proses penyembuhan dan pembentukan atau penyambungan sendi kembali yang memerlukan proses dan waktu sehingga dalam tahap – tahap perawatan perlu kata penatalaksanaan yang kompraktif.
- Pola Defekasi dan Miksi
Klien kadang – kadang masih dalam perawatan di rumah sakit membatasi makan dan minum, hal ini dikarenakan adanya immobilisasi pemasangan traksi yang mengharuskan pasien tidak mempergunakan kakinya yang cedera untuk aktifitas sehingga klien kurang beraktifitas dan dapat mengakibatkan konstipasi (sembelit).
- Pola Seksual dan Repraduksi
Klien Dislokasi dengan pemasangan traksi jelas akan mempengaruhi pola kebutuhan seksualitas, di samping klien harus menjaga agar daerah traksi seminimal mungkin mendapat beban dan rasa nyeri yang tidak memungkinkan klien untuk melakukan aktifitas seksualnya.
- Pola Hubungan
Peran Pola hubungan peran berpengaruh sekali terutama sekali apabila klien seorang kepala rumah tangga yang merupakan satu – satunya orang yang mencari nafkah bagi keluarganya.
- Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang ditimbulkan adalah rasa kuatir terhadap kecacatan yang mungkin terjadi kelak dikemudian hari sehingga memungkinkan tidak mampu beraktifitas seperti biasa.
- ImmobilisasiUntuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang dipersatukan.
Komplikasi
- Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
- Fraktur.
- Kontraktur.
- Trauma jaringan.
- Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi :
- Dekubitus
- Kongesti paru dan pneumonia
- Konstipasi
- Anoreksia
- Stasis dan infeksi kemih
- Trombosis vena dalam
Contoh Cedera, Dislokasi, dan Fraktur
Perhatian
- Walaupun cedera tulang pada tungkai bawah terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma.
- Semua dislokasi biasanya bukan merupakan kasus serius dan hanya membutuhkan analgesik yang adekuat, kecuali pada 3 kasus sbb, yang membutuhkan reduksi secepatnya:
1. Dislokasi lutut (karena popliteal artery compromise)
2. dislokasi pergelangan kaki (karena nekrosis kulit)
3. Dislokasi panggul (karena avaskular nekrosis panggul)
· Untuk semua dislokasi sendi yang membutuhkan manipulasi dan reduksi pada ED, jangan berikan opioids IM, namun berikan secara IV. Karena opioid yang diberikan lewat IM absorbsinya baik. Sehingga ketika dibutuhkan conscious sedation, seseorang harus memastikan dosis efek penghilang nyerinya. Hal ini akan menyebabkan supresi pernafasan dan hipotensi ketika dosis total opioid IM diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Dislokasi Panggul
- Mekanisme cedera
1. Dashboard injury
Catatan : hal ini terjadi karena simultannya fraktur patella, fraktur femoral shaft dan dislokasi panggul posterior.
2. jatuh bertumpu pada kaki menyebabkan dislokasi panggul posterior jika kaki mengalami fleksi dan adduksi pada pangkal paha, dislokasi anterior terjadi jika pangkal paha terlalu abduksi dan dislokasi sentral terjadi jika femur berada pada posisi antara abduksi atau adduksi.
3. jatuh dengan berat badan bertumpu saat kaki sedang melebar/terbuka, lutut lurus dan punggung membungkuk ke depan menyebabkan anterior hip dislocation.
4. melakukan ‘split’ menyebabkan dislokasi panggul anterior.
5. jatuh pada satu sisi menyebabkan dislokasi panggul sentral.
· Manifestasi klinis
1. dislokasi panggul posterior : panggul fleksi ringan, adduksi dan rotasi ke dalam, kaki terlihat lebih pendek, femoral head terpalpasi pada bokong.
2. Dislokasi panggul anterior : panggul fleksi ringan, abduksi dan rotasi ke luar, tonjolan dislocated head di bagian anterior terlihat dari arah samping.
3. Dislokasi panggul sentral : kaki dalam posisi yang normal, nyeri tekan pada trochanter dan pangkal paha, serta masih terdapat gerakan yang kecil/terbatas.
· X Ray : foto AP yang menunjukkan pelvis, serta lateral view yang menunjukkan pangkal paha yang terlibat.
Catatan: sangat penting untuk diingat bahwa pada semua nyeri pangkal paha, harus difoto AP pelvis, serta lateral view dari pangkal paha yang terlibat untuk alasan sbb:
1. fraktur ramus pubis dapat muncul dengan nyeri pada panggul. Hal ini bisa terlewatkan apabila hanya melakukan foto AP dari pangkal paha yang terkena, bukan AP pelvis.
2. AP pelvis memberikan kesempatan untuk membandingkan shenton’s line pada kedua sisi serta membantu mencari abnormalitas yang lain.
· Komplikasi
1. Foot drop dari sciatic nerve yang terlibat dalam dislokasi pangkal paha posterior.
2. Paralisis nervus femoralis dan kompresi arteri femoralis pada dislokasi pangkal paha anterior.
· Terapi/penempatan
1. analgesic dengan narkotik melalui IV dan bukan IM sebelum X ray.
2. Reduksi secepatnya dibawah sedasi yang sadar pada ED.
3. Periksa X ray setelah reduksi dan MRS untuk pemasangan traksi
4. jika tidak dapat direduksi, MRS untuk reduksi dibawah general anestesi.
Fraktur Femoral Neck dan Fraktur Trochanter
· Mekanisme trauma : bisaanya pada lansia yang jatuh
· Manifetasi klinis :
1. tidak mampu menahan berat badan setelah jatuh, disertai atau tanpa nyeri pada pangkal paha.
2. rotasi eksternal dan pemendekan tungkai bawah
3. nyeri tekan pada daerah fraktur
4. nyeri pada saat mencoba melakukan gerakan
5. bruising merupakan tanda yang muncul terlambat pada fraktur ekstrakapsular dan akan absent pada saat terjadi cedera akut.
· X ray
1. foto pelvis AP dan lateral view dari pangkal paha yang terlibat
2. ingat untuk melakukan X ray pada pasien lansia sebelum MRS
· Komplikasi : bisaanya tidak ada
· Terapi : analgesi sebelum X ray. Pasang internal fixation.
Fraktur Femoral Shaft
- Mekanisme trauma : bisaanya karena kekerasan kecuali pada fraktur patologik. Bisaanya terdapat pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau crushing injuries.
- Manifestasi klinis : weight bearing tidaklah mungkin.
1. mobilitas yang abnormal pada tungkai setinggi fraktur.
2. rotasi kaki eksternal, abduksi dan pemendekan pada pangkal paha.
· X ray : AP dan lateral view dari femoral shaft (meliputi sendi panggul dan lutut).
· Terapi :
1. IV drip dengan persiapan transfusi karena walaupun hanya terjadi simple fracture, terjadi kehilangan darah sebesar ½ - 1 liter ke dalam jaringan dengan sering disertai syok.
2. Berikan analgesik, contoh femoral nerve block, narkotik IM atau IV.
3. Aplikasikan Donway’s air Splint
4. Pasang traksi atau intramedullary nailing.
Fraktur Patella
· Mekanisme
1. Kekerasan langsung ; akibat kecelakaan lalu lintas dengan dashboard injury, jatuh pada permukaan yang keras, serta jatuhnya benda yang berat diatas lutut.
2. dengan kekerasan tidak langsung sebagai akibat kontraksi otot yang mendadak.
· Manifestasi klinis
1. ketidakmampuan untuk mengekstensikan lutut.
2. bruising dan abrasi di atas lutut
3. catat lokasi nyeri tekan
4. ada celah yang terpalpasi diatas atau dibawah patella.
5. displacement yang jelas dari bagian proksimal patella
· X ray : AP dan lateral view lutut
· Terapi :
1. berikan analgesik sebelum X ray
2. jika tidak terdapat pergeseran, aplikasikan cylinder backslab dan KRS dengan diberikan analgesic, serta crutches kemudian dirujuk pada klinik bedah.
3. jika terdapat pergeseran, aplikasikan cylinder backslab dan MRS untuk fiksasi
Dislokasi Patella
· Mekanisme
1. riwayat khas : saat sedang berlari, lutut terbentur dan penderita jatuh. Pemeriksaan sering memperlihatkan tonjolan di bagian medial yang prominent dari condilus medialis femur (walaupun patella bisaanya mengalami dislokasi ke lateral).
2. dislokasi patella dapat berkurang secara spontan
· Manifestasi Klinis
1. effuse mild knee
2. nyeri tekan pada bagian medial lutut
· X ray : AP, lateral dan skyline view. Skyline view digunakan untuk menyingkirkan fraktur lain pada kondilus lateral dari femur.
· Terapi :
1. berikan analgesik dan reduksi dislokasi
2. Aplikasikan cylinder backslab selama 6 minggu pada dislokasi yang pertama untuk mencegah dislokasi yang rekuren.
3. jika terjadi dislokasi rekuren, aplikasikan pressure bandage selama 1-2 minggu.
Dislokasi Lutut
Merupakan Keadaan yang Emergensi!
- Mekanisme trauma : bisaanya karena kecelakaan lalu lintas, terutama dash board injury
- Manifestasi klinis : pembengkakan, deformitas yang besar, sering dengan marked posterior sag.
- X ray : AP dan lateral view dari lutut
- Komplikasi :
1. Cedera arteri popliteal : cari keadaan pucat, dingin, pulseless atau parestesi pada tungkai bawah.
2. Palsy nervus peronealis
- Terapi
1. berikan analgesik IV
2. Reduksi dislokasi secepatnya, terutama jika terdapat keterlambatan dalam X ray.
3. Aplikasikan cylinder backslab.
4. hubungi bedah TKV dan ortopedi serta atur angiogram.
· Penempatan
1. MRSkan semua pasien
Haemarthrosis Lutut/effusi
· Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma pada daerah lutut. Haemarthrosis pada lutut yang terjadi cepat disebabkan oleh :
1. robeknya ligament cruciatum
2. Robeknya ligamentum collateral
3. Fraktur osteokondral
4. peripheral meniscal tear
Effusi yang terlambat bisaanya terjadi akibat meniscal tear
· Manifestasi klinis: pembengkakan yang besar dari haemarthrosis atau effusi.
· X ray :
1. AP dan Lateral View dari lutut. Catat bahwa fat fluid level pada bursa suprapatellar mengindikasikan adanya fraktur intraartikular walaupun fraktur tidak terlihat. (gambar 2).
2. skyline view digunakan pada subtle fracture dari condilus femoralis (terutama pada dislokasi lateral patella) dan patella.
· Komplikasi : hati-hati bahwa px mungkin tidak mengalami dislokasi lutut atau concomitant fraktur lutut.
· Terapi :
1. jika haemarthrosis lutut tidak tegang, px dapat KRS dengan istirahat, es, kompresi (aplikasikan crepe bandage) dan terapi elevasi (RICE).
2. berikan analgesic
· Penempatan
1. rujuk ke klinik ortopedi dalam 24-48 jam
2. jika terdapat tense haemarthrosis, px harus MRS untuk aspirasi.
Fraktur Tibial Plateau
· mekanisme trauma : bisaanya akibat severe valgus strees
· Manifestasi klinis
1. haemarthrosis
2. Bruising di lateral
3. Abrasi
4. Deformitas valgus pada lutut
· X ray : AP dan lateral view dari lutut
· Komplikasi : diagnosa subtle tibial tabel fracture mungkin terlewatkan. Jika berat badan penderita terus menerus bertumpu pada daerah tsb, maka fraktur akan memburuk.
· Terapi : berikan analgesic dan aplikasikan cylinder backslab.
· Penempatan : fiksasi atau traksi tergantung beratnya fraktur
Fraktur Tibia/Fibula
- Mekanisme trauma :
1. tekanan torsional (cedera olahraga)
2. Kekerasan yang ditransmisikan melalui kaki (cth : jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas)
3. Hentakan langsung (kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda yang berat)
Isolated fracture tibia atau fibula dapat terjadi akibat kekerasan secara langsung walaupun relative jarang. Kekerasan tidak langsung menyebabkan fraktur pada tibia sekaligus fraktur fibula.
· Manifestasi klinis :
1. nyeri
2. pembengkakan
3. Deformitas
4. Nyeri tekan
5. Fraktur krepitus
6. sering berupa fraktur terbuka karena 1/3 tibia adalah subkutaneus
· X ray : AP dan Lateral view dari tibia/fibula (harus meliputi lutut dan pergelangan kaki)
· Komplikasi : kompartment syndrome pada fraktur tertutup dan infeksi pada fraktur terbuka.
· Terapi:
1. fraktur tertutup undisplaced dari tibia dan fibula
a. berikan analgesik IM/IV sebelum X ray
b. aplikasikan backslab diatas lutut
c. ulangi X ray untuk mengecek final position dari fraktur.
d. MRS untuk observasi
2. Fraktur tertutup displaced dari tibia dan fibula
a. Berikan narkotik IV sebelum X ray
b. Dibawah conscious sedation dengan IV Midazolam dan narkotik, coba untuk mereduksi fraktur.
c. Aplikasikan backslab diatas lutut
d. Ulangi X ray sebelum MRS
3. Fraktur terbuka tibia dan fibula
a. berikan analgesic IM/IV
b. lakukan swab c/s dari luka
c. tutup luka dengan dibalut
d. periksa status immunisasi tetanus
e. Berikan antibiotik (Cefazolin)
f. Aplikasikan long leg backslab atau temporary splint
g. Rencanakan debridemen luka
4. Isolated Closed Fracture of Fibula
a. Berikan analgesic IM
b. Singkirkan fraktur tibia dengan cedera pada sendi pergelangan kaki
c. Crepe bandage
d. KRS dengan diberikan analgesic
e. Rujuk ke klinik ortopedi.
Catatan : pasien dapat diijinkan untuk menahan berat badan.
Cedera Ankle (pergelangan kaki)
- Mekanisme trauma : ketika pergelangan kaki mengalami deformitas, harus curigai adanya dislokasi ankle. Ini merupakan keadaan emergency!
Catatan : Dislokasi ankle harus direduksi secepatnya untuk mencegahg nekrosis kulit.
- Manifestasi klinis : pada suspek cedera ankle, lakukan palpasi 4 bagian tulang, sbb:
1. Malleolus medialis
2. Malleolus lateralis
3. Seluruh bagian panjang fibula
4. Basis metatarsal ke-5
· X ray : tidak harus dilakukan pada kasus sprained ankle
Indikasi X ray pada cedera ankle :
1. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus lateralis.
2. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus medialis.
3. tidak mampu untuk menahan berat badan
4. pada kasus dimana terdapat pembengkakan yang nyata sehingga tidak memungkinkan palpasi yang akurat.
5. pada kasus dimana terdapat instabilitas klinis.
6. pada px usia > 50 tahun dimana menurut penelitian klinis mengindikasikan kemungkinan insiden fraktur sekitar 30%.
7. untuk alasan sosial, : pada seorang atlit.
Catatan: Kriteria 1 sampai 3 dikenal sebagai Ottawa Ankle Rules.
X ray yang disarankan:
1. AP dan lateral view dari ankle untuk suspek fraktur ankle.
2. Seluruh fibula jika terdapat nyeri tekan pada fibula yang dapat menyingkirkan fraktur Maissoneuve.
3. Posisi PA dan lateral dari kaki jika terdapat nyeri tekan pada basis metatarsal ke-5.
- Komplikasi : Nekrosis kulit pada delayed reduction dislokasi ankle.
- Terapi :
1. sprained ankle :
a. berikan analgesic pada ED
b. KRS dengan terapi RICE dan analgesic
c. Rujuk ke fisioterapi untuk strapping ankle pada severe sprain.
2. Fraktur ankle :
a. Aplikasikan backslab dibawah lutut
b. MRS untuk fiksasi internal kecuali pada isolated stabel fracture of lateral malleoulus dibawah ankle mortise yang dapat diterapi secara konservatif.
3. Dislokasi ankle
a. Pasang heparin plug dan berikan narkotik IV sebelum dilakukannya X ray
Catatan : dislokasi ankle harus direduksi secepatnya dibawah conscious sedation dengan midazolam dan narkotik, atau inhalasi Entonox (N2O/O2) untuk mencegah nekrosis kulit. Sehingga, jika terdapat katerlambatan X ray > 10-15 menit atau jika terdapat tanda circulatory compromise, ankle tersebut harus direlokasi bahkan sebelum X ray dilakukan.
b. Aplikasikan short leg backslab setelah reduksi
c. Lakukan post reduksi X ray
d. MRS untuk fiksasi internal.
Fraktur Calcaneum
· Mekanisme trauma : jatuh dari ketinggian pada tumit
Catatan : ingat untuk menyingkirkan fraktur calcaneal bilateral dan wedge fracture of spine.
· Manifestasi klinis :
1. tumit ketika dilihat dari arah belakang akan nampak melebar, memendek, mendatar atau miring ke lateral membentuk valgus.
2. Pembengkakan yang menegang pada tumit
3. Nyeri tekan local yang jelas
4. Jika px muncul kemudian, mungkin akan timbul bruising yang dapat menyebar ke sisi medial telapak kaki dan proksimal dari betis.
· X ray : AP, lateral, dan axial view dari calcaneum
· Terapi :
1. jika sendi subtalar tidak terlibat
a. aplikasikan firm bandaging over wool
b. KRS dengan crutches (tongkat penyangga), analgesic, dan sarankan untuk melakukan elevasi tungkai di rumah.
2. Jika fraktur kalkaneum bilateral ada, sarankan untuk istirahat.
3. Jika kalkaneum mengalami pergeseran atau ‘crushed’:
a. aplikasikan backslab di bawah lutut
b. MRS
FOOT INJURY
Catatan : yang paling sering terjadi a.l :
- Fraktur kalkaneum
- Dislokasi Tarso-metatarsal
- Fraktur metatarsal
- Fraktur phalangeal/dislokasi
Dislokasi Tarso-metatarsal (Lisfranc’s)
- Mekanisme trauma:
1. jatuh pada plantar flexed foot
2. Hantaman pada forefoot seperti pada kecelakaan lalu lintas
3. hantaman pada tumit ketika berada pada posisi berlutut/bersujud
4. run over kerb side accident
5. Inverse, eversi atau abduksi dari forefoot yang dipaksakan.
· Manifestasi klinis : bengkak dan ‘penyimpangan’ dari kaki
· X ray : AP dan Oblique view dari kaki (gambar 3)
Catatan : Lisfranc’s dislocation tidak selalu menyediakan bukti yang jelas pada radiografi, dan tetap menjadi fraktur kaki yang paling sering mengalami missdiagnosa.
· Komplikasi : arteri dorsalis pedis atau anastomosis medial plantar dapat berada dalam ancaman.
· Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. Aplikasikan backslab
3. MRS untuk open reduction and Internal Fixation (ORIF)
Fracture Metatarsal
· Mekanisme : sering disebabkan karena Crushing injury
· X ray : AP dan Oblique view dari kaki
· Prinsip manajemen :
1. Jika fraktur undisplaced tanpa kerusakan jaringan lunak
a. bereikan analgesic sebelum X ray
b. Terapi simptomatik dengan crepe bandage atau short backslab dari bagian distal sampai atas jari kaki
c. KRS dengan non-weight bearing crutches (NWB) dan analgesic.
d. Rujuk ke klinik ortophedi
2. Jika fraktur multiple dan undisplaced, terapi konservatif seperti diats.
3. Jika fraktur multiple dan displaced :
a. MRS untuk operasi jika fraktur terbuka
b. Aplikasikan backslab dan KRS dengan analgesic dan crutches NWB kemudian rujuk segera ke klinik ortopedik untuk review ORIF, jika fraktur tertutup.
Phalangeal Fracture/dislokasi
· X ray : AP dan oblique view dari kaki
· Prinsip manajemen :
1. tangani cedera jaringan lunak serta nail bed injury terlebih dahulu.
2. Reduksi dislokasi menggunakan digital block atau Entonox.
3. Immobilisasi Fraktur dan dislokasi menggunakan adhesive strapping pada jari kaki yang berdekatan.
4. KRS dengan analgesic dan rujuk ke klinik ortopedik.
5. Untuk dislokasi jari kaki multiple, MRS untuk reduksi.
8. rontgen
Teknik Radiografi adalah ilmu yang mempelajari tata cara pemotretan dengan menggunakan sinar pengion seperti sinar x untuk membuat citra gambar radiografi guna menegakkan diagnosa.
Dalam membuat teknik radiografi agar mendapatkan hasil citra gambar / image yang dapat menegakkan diagnosa dapat diatur dengan memodifikasi posisi pasien dengan posisi pesawat rontgen karena keduanya dapat mempunyai keadaan yang berbeda seperti mendapat pasien kecelakaan dengan fraktur / retak maka bila pasien kurang kooperatif / tidak sadar yang di modifikasikan adalah pesawatnya yang otomatis kaset berisi film menyesuaikan.
Posisi Penderita Pasien
Pengaturan kedudukan penderita secara keseluruhan dalam suatu pemeriksaan. Posisi penderita dapat disebut dengan berbagai istilah, sebagai berikut :
1) Supine = tidur telentang
2) Prone = tidur telungkup
3) Erect = berdiri
4) Lateral = miring/menyamping (membentuk 90o terhadap film)
5) Oblique = miring (membentuk sudut lebih atau kurang dari 90o terhadap film)
Oblique terbagi 4 macam kedudukan, yaitu :
1) Right Anterior Oblique (RA0), artinya letak penderita miring dengan tepi kanan depan dekat terhadap film.
2) Right Posterior Oblique (RPO), artinya letak penderita miring dengan tepi kanan belakang dekat terhadap film.
3) Left Anterior Oblique ( LAO), artinya letak penderita miring dengan tepi kiri depan dekat terhadap film.
4) Left Posterior Oblique (LPO), artinya letak penderita miring dengan tepi kiri belakang dekat terhadap film
Posisi Obyek
Pengaturan kedudukan bagian tubuh / obyek yang akan di periksa (dibuat image). Beberapa istilah pergerakan yang penting, antara lain :
Fleksio Ekstensio Endorotasi Eksorotasi Adduksi Abduksi Inspirasi Ekspirasi | gerakan melipat sendi gerakan membuka sendi gerakan memutar kedalam gerakan memutar keluar gerakan merapat ketubuh gerakan menjauhi tubuh gerakan menarik napas gerakan mengeluarkan napas |
Pengaturan Sinar
Sinar X yang akan digunakan dalam pemotretan perlu diarahkan secara tepat pada obyek yang akan difoto. Disamping itu faktor eksposi perlu diatur agar sesuai dengan tebalnya obyek (nomor atom berbeda) yang akan difoto. Pengaturan Focus Film Distance (FFD) yaitu jarak antara sumber sinar ke film, hubungannya dengan faktor eksposi adalah bahwa semakin dekat jarak FFD maka faktor eksposi harus dikurangi.
Pengaturan Central Ray (CR)
Central Ray adalah arah berkas sinar terhadap obyek yang diperiksa , yaitu :
Antero Posterior Postero Anterior Dorso Ventral Ventro Dorsal Dorso Plantar Planto Dorsal Supero Inferior Infero Superior Latero Medial Medio Lateral Translateral Caudo Cranial Cranio Caudal Axial Tangensial | sinar dari depan ke belakang sinar dari belakang ke depan sinar dari punggung ke perut sinar dari perut ke punggung sinar dari punggung kaki / tangan ke telapak sinar dari telapak ke punggung kaki / tangan sinar dari atas ke bawah sinar dari bawah ke atas sinar dari lateral ke tengah tubuh sinar dari tengah tubuh ke lateral sinar dari satu tepi ke tepi yang lain sinar dari kaki ke kepala sinar dari kepala ke kaki sinar menuju poros sendi sinar membentuk garis singgung terhadap obyek |
Kasus yang membutuhkan pemeriksaan radiologi
1) Fracture (ruda paksa), yaitu patah atau retak tulang akibat trauma / benturan. Foto rontgen yang dibutuhkan harus dapat memperlihatkan lokasi, bentuk serta kedudukan dari fraktur tersebut.
2) Dislokasi (luksasi), yaitu terlepas / bergesernya kepala sendi dari mangkok sendi. Foto rontgen yang dibutuhkan harus dapat memperlihatkan kearah mana dislokasi tersebut terjadi dan pada kasus tertentu dibutuhkan foto perbandingan kanan dan kiri.
3) Corpus Alienum (Foreign Body), yaitu adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh didalam tubuh seperti tertelan, tertembak dll. Foto rontgen yang dibutuhkan harus dapat memperlihatkan letak dan kedudukan benda asing tersebut dari aspek PA dan laeral ataupun teknik radiografi lain yang menunjang. Dalam membuat foto FB bekas luka tembak harus di beri logam yang di plester agar dapat diketahui kedudukan FB dan seberapa jauh FB dari luka.
4) Kelainan Patologis, yaitu kelainan akibat penyakit yang dapat dilihat dari densitas, kerapatan, trabekula dll.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar