2.1 Definisi
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).
Gambar : Anak dengan hidrocephalus
2.2 Klasifikasi Hydrocephalus
2.2.1 Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
 Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
 Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
2.2.2 Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2.3 Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2). Parenchym otak
3). Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir ke superior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.
2.4 Etiologi
2.4.1 Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono( 1998) :
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab Postnatal
a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis.
2.4.2 Penyebab sumbatan aliran CSF
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak :
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvii
merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
e. Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan
4. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a.Tumor ventrikel III.
b.Tumorfossa posterior.
c. Pailloma pleksus khoroideus.
d. Leukemia, limfoma.
5. Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan vaskuler.
a.Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosusmalformasi.
2.5 Patofisiologi
Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,pneumonia,TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
2.6 Manifestasi Klinis
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
1. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
a. Muntah
b. Gelisah
c. Menangis dengan suara ringgi
d.Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan
dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
4. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
5. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
6. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
7. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
8. Strabismus, nystagmus, atropi optic
9. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang( , yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
5. Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
2.9 Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004):
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. kerusakan otak
4. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
2.10 Prognosa
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
2.11 Dampak Hospitalisasi Anak Penderita Hydrocephalus dan keluarganya
Reaksi Hospitalisasi
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
a. Reaksi anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih saying. Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
a. Kehilangan kontrol
b. Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik.
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a. bertanya-tanya
b. menarik diri
c. menolak kehadiran orang lain
b. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
1. Takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi kehilangan anak yang dicintainya:
1. Prosedur yang menyakitkan
2. Informasi buruk tentang diagnosa medis
3. Perawatan yang tidak direncanakan
4. Pengalaman perawatan sebelumnya
2. Perasaan sedih:
Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.
3. Perasaan frustasi :
Kondisi yang tidak mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan.
Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS:
 Marah, cemburu, benci, rasa bersalah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada Gangguan Hidrocephalus
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Data demografi
1) Nama
2) Usia : Kebanyakan terjadi pada anak-anak pada usia infant
3) Jenis Kelamin : Hidrocephalus sebagian besar mengenai anak laki – laki
4) Suku/ bangsa
5) Agama
6) Pendidikan
7) Pekerjaan 8) Alamat
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pendarahan otak yang berhubungan dengan kelahiran
prematur
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, diare, neoplasma
4. Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian persistem
B1 (Breath) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
B2 (Blood) : Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi
B3 (Brain) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat
pembesarankepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan
perifer, strabismus, tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, kejang
B4 (Bladder) : Oliguria
B5 (Bowel) : Mual, muntah, malas makan
B6 (Bone) : Kelemahan, lelah, Peningkatan tonus otot ekstrimitas
3. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Dari riwayat pertumbuhan dan perkembangan ini, kami mengambil kasus pada anak yang antara 0-3 bulan.
No Bayi Normal Bayi Hidrosefalus
1. Mengangkat kepala setinggi 45 0 sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas bahkan kesulitan menggerakkan kepala
2. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah tidak dapat menatap ke atas, memiliki penglihatan ganda, alis mata dan bulu mata ke atas sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
3. Melihat dan menatap wajah anda. Tidak mampu menatap dengan pandangan yang jelas,tidak dapat menatap ke atas
4. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh. Tidak ada tanda-tanda untuk bicara
5. Suka tertawa keras Diam,muram
6. Bereaksi terkejut terhadap suara keras Tidak ada respon terhadap stimulus apapun
7. Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum. Tidak menunjukkan reaksi
8. Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, kontak Kurang bisa mengenali orang terdekat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.
Tujuan: Tidak terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil:
 Kesadaran Komposmetis
 Tidak terjadi nyeri kepala
 TTV normal
Intervensi Rasional
1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus, Perubahan pupil)
2. Pantau terus tingkat kesadaran anak
3. Pantau terus adanya perubahan TTV
4. Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan, untuk mengurangi peningkatan TIK 1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2. Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3. Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke otak
4. Dengan dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
 Penurunan visus tidak bertambah lebih parah
 Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya
Intervensi Rasional
1. Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus yang lebih parah
a. Membantu ADL pasien
b. Membantu orientasi tempat
c. Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan terang, bed plang dll dipasang agar tidak cedera )
2. Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi penglihatan yang terganggu 1. Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah parah, klien tidak mengalami disorientasi tempat, Klien merasa nyaman dan aman
2. Klien tidak banyak bergantung pada orang lain
3. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya
Kriteria Hasil :
 Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
 Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kesedihannya
2. Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi anaknya
3. Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya.
4. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti 1. Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
2. Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat berkurang
3. Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post operasi
4. Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi
4. Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif
Kriteria Hasil :
 Anak tidak sesak napas
 Tidak terdapat ronchi
 Tidak retraksi otot bantu pernapasan
 Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Posisikan klien posisi semifowler
2. Pemberian oksigen
3. Observasi pola dan frekuensi napas
4. Auskultasi suara napas 1. Klien merasa nyaman dan tidak merasa sesak napas
2. Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien tidak mengalami hipoksia
3.Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
4. Untuk mengetahui adanya kelainan suara
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
 Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi Rasional
1. Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan
2. Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak 1. Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
2. Agar perkembangan klien tetap optimal
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil:
 TD dalam batas normal
 Tidak terdapat perdarahan
 Tidak terdapat kemerahan
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2. Lakukan rawat luka
3. Pantau asupan nutrisi
4.Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 1. Mengetahui penyebab terjadinya in
feksi
2. Mencegah timbulnya ifeksi
3. Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka
4. Antibiotik dapat mencegah timbulnya infeksi
3.2.1 Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi
 Fokus intervensi keperawatan pada hospitalisasi adalah:
1) meminimalkan stressor
2) memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota
keluarga
3) mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
1. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
a. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
c. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
2. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
b. Modifikasi ruang perawatan
c. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
d. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
a. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
b. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
d. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan
kegiatan
4. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri
b. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
c. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
d. Tunjukkan sikap empatie. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
5. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
e. Memberi support kepada anggota keluarga.
6. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
a.Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak
b. Mengorientasikan situasi rumah sakit.
 Pada hari pertama lakukan tindakan :
a. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
b. Kenalkan pada pasien yang lain.
c.Berikan identitas pada anak.
d. Jelaskan aturan rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
Hidrochepalus komunikan
Hidrochepalus non-komunikan
Hidrochepalus bertekanan normal
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing rumah sakit.
2. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacan ini perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. 2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta:CV Sagung Seto
Hudak & Gallo. 1996.Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta:EGC
Cecily LB & Linda AS. 2000.Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:EGC
Suzanne CS & Brenda GB. 1999.Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta:EGC
Farinqhusyank. 2008. Hydrocephalus. Indoskripsi.com.Tanggal akses 12 Oktober 2009 pukul 09.10 WIB
Harnawartiaji. 2008. Reaksi Hospitalisasi. Indoskripsi.com.Tanggal akses 12 Oktober 2009 pukul 09.30 WIB
www.ns-nining.blogspot.com/2008/03/asuhan-keperawatan-anak-dengan.html.Tanggal akses 12 Oktober 2009 pukul 09.45 WIB
afiyahhidayati.wordpress.com/2009/02/…/askep-hidrosefalus/. Tanggal akses 17 November 2009 pukul 13. 15 WIB
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III. Jakarta : EGC
Carpenito, Linda Juall.2000. Nursing Diagnosis (application to clinical practice) edisi 8 .New York: Lippincott
Carpenito, Linda Juall.2006.Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC